Taat

Written by administrator on . Posted in Renungan

Mana lebih sulit, tidak melakukan apa yang bisa dilakukan, atau berjuang melakukan apa yang tidak bisa dilakukan? Jawabannya adalah tidak melakukan apa yang bisa dilakukan. Hanya ada satu alasan mengapa kita tidak melakukan apa yang bisa dilakukan, yaitu ketaatan. Itulah inti cobaan yang Yesus hadapi di padang gurun, yaitu tidak melakukan apa yang bisa Dia lakukan, sebab Dia adalah Allah, pada saat yang sama, Dia juga seorang manusia sejati. Dia tidak melakukan apa yang bisa dilakukan karena taat kepada Bapa yang mengutus-Nya ke dunia. Sebagai wujud ketaatan, Yesus menjawab setiap cobaan dari iblis dengan kitab suci, sebab kitab suci adalah lambang otoritas Allah.

Setelah lulus dari cobaan ini, maka Yesus baru bisa menjalani tugas-Nya di dunia. Setiap tahap hidup dan pelayanan-Nya, Dia tetap berhadapan dengan cobaan yang sama. Saat dimusuhi, ditantang, berdoa di Getsemani, ditangkap, dan terakhir disalibkan, Dia menunjukkan ketaatan-Nya secara sempurna kepada kehendak Bapa dengan tidak melakukan apa yang bisa Dia lakukan ("Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?"). Dan genaplah karya keselamatan buat umat manusia.

Sudahkah kita melewati cobaan yang sama? Ketika pelayanan kita terhalang atau dihambat orang, ketika apa yang kita kerjakan belum menunjukkan hasil nyata, ketika kita difitnah atau dibenci, ketika kita menghadapi kesulitan, ketika kita dalam kelemahan, ketika kita merasa tidak mampu dalam menjalankan tugas pelayanan kita, mungkin kita akan berdoa seperti Yakobus dan Yohanes: “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Kita mungkin lebih senang memainkan kuasa Allah, karena itu mendatangkan kepuasan, kejayaan, kehormatan, kemenangan, kesuksesan.

Namun hanya orang yang telah lulus dalam ketaatan penuh pada kehendak Allahlah yang dapat menggenapkan apa yang Tuhan percayakan kepadanya. “Bukanlah kehendakku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”

Pdt. Samuel Fu